PAO

Minggu, 07 Oktober 2012

KELUAR DARI KEGELAPAN



 

Barangsiapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya.
” ( QS Ath-Thalaaq[65]:3 )

Kisah tiga penghuni gua
Sebuah hadis dari Rasulullah SAW memberi inspirasi menarik, bagaimana kita bisa keluar dari kegelapan gua. Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari Muslim dari Ibnu Umar.
Alkisah, ada tiga lelaki sedang berteduh dalam sebuah gua. Saat itu, tanpa diduga bebatuan jatuh dari atas gunung sehingga menutup pintu gua. Sebagian berkata sebagian yang lain, “perhatikanlah amal-amal baik yang pernah kalian kerjakan, lalu berdoalah kepada Allah dengan amal-amal baikmu itu!”.
Lalu salah seorang diantara mereka berkata, “Ya Allah, Engkau tahu bahwa aku mempunyai dua orang tua yang sudah renta, seorang istri, dan dua orang anak. Mereka senantiasa aku urus. Setiap kali sehabis pergi, aku perahkan susu sapi untuk mereka, dan yang pertama kali kuberi minum adalah orang tuaku, kuberi minum mereka lebih dahulu dari pada kedua anak-anakku. Suatu kali ketika aku mencari kayu bakar, aku tersesat hingga ketempat yang jauh, sehingga aku baru bias pulang larut malam dan kudapatkan kedua orang tuaku sudah pulas tertidur. Aku segera memerah susu seperti biasanya, lalu aku hanya berdiri didekat kepala mereka, tidak berani membangunkan mereka dan tidak pula kudahulukan anak-anakku minum susu itu sebelum mereka berdua minum, sementara anak-anakku menangis kelaparan sambil merangkul kakiku. Aku tetap seperti itu hingga fajar menyingsing. Jika engkau tahu bahwa aku berbuat seperti itu karena mengharapkan wajah-Mu, maka bukakanlah sedikit celah dipintu gua yang tertutup ini, sekedar agar kami bias melihat langit”.

Maka Allah membukakan sedikit celah untuk mereka.
Orang kedua berkata, “Ya Allah, sesungguhnya aku memiliki seorang keponakan, dan aku jatuh cinta kepadanya. Lalu aku memintanya agar mau kugauli, akan tetapi dia menolakku. Aku kemudian memberinya seratus dinar, kurayu dia , dan bahkan kuberi seratus dinar lagi, lalu kutemui dia. Tatkala aku akan menggaulinya, dia berkata, ‘Wahai hamba Allah, takutlah kepada Allah dan jangan engkau merusak cincin, kecuali menurut haknya’. Aku langsung bangkit menghindarinya dan kutinggalkan seratus dinar menjadi milknya. Jika Engkau tahu bahwa bahwa aku berbuat yang demikian itu karena mengharapkan wajah-Mu, maka bukakanlah kepada kami sedikit celah dibatu itu”.

Maka Allah membukakan sedikit celah lagi kepada mereka.
Orang ketiga berkata, “Ya Allah, sesungguhnya aku mempunyai seorang buruh yang kupekerjakan untuk menangani timbangan beras. Tatkala sudah selesai pekerjaannya, dia berkata, ‘Berikan kepadaku hakku’. Maka aku memberinya upah, namun pada saat itu dia tidak mau menerimanya. Maka selanjutnya aku tanamkan upahnya dalam perdagangan dan aku kembangkan sedemikian rupa sehingga akhirnya aku bias membeli beberapa ekor sapi dan bisa mempekerjakannya pengembalanya. Setelah sekian lama menghilang, buruh yang dulu itu datang lagi kepadaku dan berkata, “Wahai tuan, bertaqwalah kepada Allah, janganlah engkau menzalimiku, dan berikanlah kepadaku hakku yang dulu”. Aku berkata, “Periksalah sapi-sapi itu beserta pengembalanya. Semua itu adalah milikmu”. Dia menjawab, “Takutlah kepada Allah, dan janganlah engkau mengolok-olokku”. Aku berkata, “Aku tidak mengolok-olok dirimu. Ambilah semuanya”. Maka dia mengambil semuanya dan pergi begitu saja. Jika Engkau tahu bahwa aku berbuat yang demikian itu karena mengharap keridhaan-Mu, maka bukakanlah sedikit celah yang masih menyisa dari batu yang menutup ini”.
Maka Allah membukakan celah lagi bagi mereka hingga mereka mampu keluar dari gua itu lalu melanjutkan perjalanan.

Rahasia tiga amal
Kita bisa mengambil perumpamaan dari kisah ini. Gua, kegelapan, serta batu yang menghimpit, bisa di ibaratkan sebagai impitan masalah yang membelenggu. Tidak ada cara untuk melepaskan diri dari belenggu ini, selain Karena pertolongan Allah. Dan pertolongan akan menghampiri saat kita memiliki amal-amal “andalan”. Dalam konteks hadis ini, ada tiga amalan kunci yang harus kita lakukan bila ingin keluar dari gelapnya masalah.
Pertama, berbakti pada orang tua (al-birrul waalidain). Salah satu indikator keimanan seseorang Muslim adalah kesungguhannya dalam memuliakan kedua orang tuanya. Sebab keridhaan Allah sangat tergantung pada keridhaan orang tua. Rasulullah SAW bersabda, “Keridhaan Allah ada pada keridhaan kedua orang tua dan kemurkaan-Nya ada pada kemurkaan kedua orang tua” (HR Tirmidzi).
Dalam Alquran, setidaknya ada lima ayat yang memuat perintah untuk memulikan orang tua. Salah satunya terdapat dalam QS Luqman[31] ayat 14 “Dan, Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun, maka bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku-lah kembalimu”.
Berkaitan dengan ayat ini, Ibnu Abbas berkata: “Tiga ayat dalam Alquran yang saling berkaitan, dimana tidak diterima salah satu tanpa yang lainya? Maka, tidak akan diterima ( rasa syukurnya ) tersebut!”

Dua keterangan ini menegaskan betapa  utamanya berbakti pada orang tua. Allah SWT berkenan menggeser batu yang menutup gua, sehingga cahaya dari luar bisa masuk, syariatnya karena amal bakti salah seorang dari mereka terhadap orang tuanya. Siapa pun Yang ingin ditolong oleh Allah, maka tingkatkanlah kualitas bakti diri kepada orang tua ( termasuk pula mertua ).

Kedua, menahan dari maksiat,. Saat seseorang melakukan maksiat, maka pada sat itu ia menjauh dari Allah. Sebaliknya saat seseorang bertakwa, dan beramal saleh ( termasuk bersabar dari melakukan maksiat ), maka saat itu ia sedang mendekat kepada Allah. Dalam QS Ath – Thalaaq [ 65 ] ayat 3, Allah SWT berfirman, “ Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya.”

Ketga, menjaga amanah. Cakupan amanah itu sangat luas. Semua yang Allah SWT karuniakan kepada kita hakikatnya adalah amanah. Diri, keluarga, harta kekayaan, jabatan, ilmu, kesehatan adalah amanah. Kebaikan dan pertolongan Allah akan datang tatkala setiap orang mampu menjalakan amanah sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan Dzat pemberi amanah tersebut. Allah SWT berfirman, “ Sungguh, Allah menyuruh mau menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya; dan apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia, maka hendaknya kamu menetapkanya dengan adil. “ ( QS An – Nisaa’[4]:58 ). Wallahu a’lam bish – shawab?  

Posting : Hilmi Husada              

Tidak ada komentar:

Posting Komentar