“Barangsiapa
bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya.
”
( QS Ath-Thalaaq[65]:3 )
Kisah tiga penghuni gua
Sebuah hadis dari Rasulullah SAW
memberi inspirasi menarik, bagaimana kita bisa keluar dari kegelapan gua. Hadis
ini diriwayatkan oleh Bukhari Muslim dari Ibnu Umar.
Alkisah, ada tiga lelaki sedang
berteduh dalam sebuah gua. Saat itu, tanpa diduga bebatuan jatuh dari atas
gunung sehingga menutup pintu gua. Sebagian berkata sebagian yang lain, “perhatikanlah
amal-amal baik yang pernah kalian kerjakan, lalu berdoalah kepada Allah dengan
amal-amal baikmu itu!”.
Lalu salah seorang diantara mereka
berkata, “Ya Allah, Engkau tahu bahwa aku mempunyai dua orang tua yang sudah
renta, seorang istri, dan dua orang anak. Mereka senantiasa aku urus. Setiap
kali sehabis pergi, aku perahkan susu sapi untuk mereka, dan yang pertama kali
kuberi minum adalah orang tuaku, kuberi minum mereka lebih dahulu dari pada
kedua anak-anakku. Suatu kali ketika aku mencari kayu bakar, aku tersesat
hingga ketempat yang jauh, sehingga aku baru bias pulang larut malam dan
kudapatkan kedua orang tuaku sudah pulas tertidur. Aku segera memerah susu
seperti biasanya, lalu aku hanya berdiri didekat kepala mereka, tidak berani
membangunkan mereka dan tidak pula kudahulukan anak-anakku minum susu itu
sebelum mereka berdua minum, sementara anak-anakku menangis kelaparan sambil
merangkul kakiku. Aku tetap seperti itu hingga fajar menyingsing. Jika engkau
tahu bahwa aku berbuat seperti itu karena mengharapkan wajah-Mu, maka
bukakanlah sedikit celah dipintu gua yang tertutup ini, sekedar agar kami bias
melihat langit”.
Maka Allah membukakan sedikit celah untuk mereka.
Orang kedua berkata, “Ya Allah,
sesungguhnya aku memiliki seorang keponakan, dan aku jatuh cinta kepadanya.
Lalu aku memintanya agar mau kugauli, akan tetapi dia menolakku. Aku kemudian
memberinya seratus dinar, kurayu dia , dan bahkan kuberi seratus dinar lagi,
lalu kutemui dia. Tatkala aku akan menggaulinya, dia berkata, ‘Wahai hamba
Allah, takutlah kepada Allah dan jangan engkau merusak cincin, kecuali menurut
haknya’. Aku langsung bangkit menghindarinya dan kutinggalkan seratus dinar
menjadi milknya. Jika Engkau tahu bahwa bahwa aku berbuat yang demikian itu
karena mengharapkan wajah-Mu, maka bukakanlah kepada kami sedikit celah dibatu
itu”.
Maka Allah membukakan sedikit celah lagi kepada mereka.
Orang ketiga berkata, “Ya Allah,
sesungguhnya aku mempunyai seorang buruh yang kupekerjakan untuk menangani
timbangan beras. Tatkala sudah selesai pekerjaannya, dia berkata, ‘Berikan
kepadaku hakku’. Maka aku memberinya upah, namun pada saat itu dia tidak mau
menerimanya. Maka selanjutnya aku tanamkan upahnya dalam perdagangan dan aku
kembangkan sedemikian rupa sehingga akhirnya aku bias membeli beberapa ekor
sapi dan bisa mempekerjakannya pengembalanya. Setelah sekian lama menghilang,
buruh yang dulu itu datang lagi kepadaku dan berkata, “Wahai tuan, bertaqwalah
kepada Allah, janganlah engkau menzalimiku, dan berikanlah kepadaku hakku yang
dulu”. Aku berkata, “Periksalah sapi-sapi itu beserta pengembalanya. Semua itu
adalah milikmu”. Dia menjawab, “Takutlah kepada Allah, dan janganlah engkau
mengolok-olokku”. Aku berkata, “Aku tidak mengolok-olok dirimu. Ambilah
semuanya”. Maka dia mengambil semuanya dan pergi begitu saja. Jika Engkau tahu
bahwa aku berbuat yang demikian itu karena mengharap keridhaan-Mu, maka
bukakanlah sedikit celah yang masih menyisa dari batu yang menutup ini”.
Maka Allah membukakan celah lagi bagi mereka hingga mereka mampu keluar
dari gua itu lalu melanjutkan perjalanan.
Rahasia tiga amal
Kita bisa mengambil perumpamaan dari
kisah ini. Gua, kegelapan, serta batu yang menghimpit, bisa di ibaratkan
sebagai impitan masalah yang membelenggu. Tidak ada cara untuk melepaskan diri
dari belenggu ini, selain Karena pertolongan Allah. Dan pertolongan akan
menghampiri saat kita memiliki amal-amal “andalan”. Dalam konteks hadis ini,
ada tiga amalan kunci yang harus kita lakukan bila ingin keluar dari gelapnya
masalah.
Pertama, berbakti pada orang tua (al-birrul
waalidain). Salah satu indikator keimanan seseorang Muslim adalah
kesungguhannya dalam memuliakan kedua orang tuanya. Sebab keridhaan Allah
sangat tergantung pada keridhaan orang tua. Rasulullah SAW bersabda, “Keridhaan
Allah ada pada keridhaan kedua orang tua dan kemurkaan-Nya ada pada kemurkaan
kedua orang tua” (HR Tirmidzi).
Dalam Alquran, setidaknya ada lima
ayat yang memuat perintah untuk memulikan orang tua. Salah satunya terdapat
dalam QS Luqman[31] ayat 14 “Dan, Kami perintahkan kepada manusia (berbuat
baik) kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan
lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun, maka bersyukurlah
kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku-lah kembalimu”.
Berkaitan dengan ayat ini, Ibnu Abbas
berkata: “Tiga ayat dalam Alquran yang saling berkaitan, dimana tidak diterima
salah satu tanpa yang lainya? Maka, tidak akan diterima ( rasa syukurnya )
tersebut!”
Dua keterangan ini menegaskan betapa utamanya berbakti pada orang tua. Allah SWT
berkenan menggeser batu yang menutup gua, sehingga cahaya dari luar bisa masuk,
syariatnya karena amal bakti salah seorang dari mereka terhadap orang tuanya.
Siapa pun Yang ingin ditolong oleh Allah, maka tingkatkanlah kualitas bakti
diri kepada orang tua ( termasuk pula mertua ).
Kedua, menahan dari maksiat,. Saat
seseorang melakukan maksiat, maka pada sat itu ia menjauh dari Allah.
Sebaliknya saat seseorang bertakwa, dan beramal saleh ( termasuk bersabar dari
melakukan maksiat ), maka saat itu ia sedang mendekat kepada Allah. Dalam QS
Ath – Thalaaq [ 65 ] ayat 3, Allah SWT berfirman, “ Barang siapa bertakwa
kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya.”
Ketga, menjaga amanah. Cakupan amanah itu
sangat luas. Semua yang Allah SWT karuniakan kepada kita hakikatnya adalah
amanah. Diri, keluarga, harta kekayaan, jabatan, ilmu, kesehatan adalah amanah.
Kebaikan dan pertolongan Allah akan datang tatkala setiap orang mampu
menjalakan amanah sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan Dzat pemberi
amanah tersebut. Allah SWT berfirman, “ Sungguh, Allah menyuruh mau
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya; dan apabila kamu menetapkan
hukum diantara manusia, maka hendaknya kamu menetapkanya dengan adil. “ ( QS An
– Nisaa’[4]:58 ). Wallahu a’lam bish – shawab?
Posting : Hilmi Husada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar